Aliran Seni Lukis Realisme

Aliran Seni Lukis Realisme

“Realisme atau gambar realis sudah dianggap biasa di era modern ini. Tapi tak banyak yang tahu, aliran ini menimbulkan berbagai kontroversi di masanya.”

Klik untuk langsung membaca bagian yang dicari


Pengertian

Aliran Realisme adalah suatu aliran seni yang berusaha menggambarkan objek dengan akurat, detail dan sesuai dengan kenyataan/kehidupan sehari-hari, tanpa menambahkan elemen fiksional dan bentuk ideal.

Pada umumnya Realisme digunakan pada 2 konteks yang berbeda:

  • Kata “realisme” (dengan huruf kecil) digunakan secara luas untuk mendeskripsikan hal-hal yang mirip dengan tampilan dunia nyata, baik itu lukisan, karya sastra, drama teatrikal, bahkan cara berpikir dalam filsafat. Dalam KBBI, realisme berarti aliran kesenian yang berusaha melukiskan atau menceritakan sebagaimana kenyataannya (KBBI, 2016).
  • Kata “Realisme” (dengan huruf kapital) dipakai untuk menyebut suatu aliran seni lukis dari abad ke-19.

Istilah Realisme sering dianggap sama Naturalisme, terutama karena sama-sama merupakan aliran seni lukis representatif yang menghindari hal yang berbeda dari kenyataan.

Tapi kedua gerakan seni tersebut adalah aliran yang berbeda. Naturalisme sebagai “anak” aliran didirikan untuk melepaskan diri dari “induk”nya, yaitu Realisme.

Perbedaan-perbedaan antara Realisme dan Naturalisme akan dijelaskan lebih lanjut di bagian perbedaan Naturalisme dan Realisme.


Ciri Khas

Penjelasan ciiri-ciri Realisme di bawah ini akan lebih mudah dipahami sambil melihat contoh lukisannya di video ini:

1. Melukis apa yang ada di dunia nyata

Realisme tumbuh sebagai penolakan terhadap aliran Romantisme yang selalu menampilkan adegan dari imajinasi sang pelukis.

Seniman Realisme hanya melukis “hal-hal nyata”. Aliran ini menghindari tema yang mengandung hal-hal fiksi misalnya mitos, ramalan, cerita keagamaan, dan imajinasi sang seniman.

2. Bertema rakyat kelas bawah dan realita kehidupan mereka

Aliran Realisme menolak anggapan tradisional bahwa karya lukis terbatas hanya menampilkan adegan yang historis dan dramatis saja.

Bagi seniman Realisme, kehidupan sehari-hari adalah sesuatu yang pantas untuk dilukiskan.

Tema lukisan Realisme selalu menampilkan keseharian petani dan masyarakat kelas pekerja, kehidupan jalanan di kota, serta aktivitas bar dan hiburan rakyat jelata lainnya.

3. Tidak mendramatisir / mengidealkan subjek lukisan

Seniman Realisme berusaha menggambarkan “kenyataan objektif”, yaitu hal-hal yang memang ada di lingkungan sekitarnya.

Bertolak belakang dengan Romantisme, aliran Realisme menampilkan sisi “lain” masyarakat, misalnya: 

  • Pemandangan kesengsaraan masyarakat di abad ke-19
  • Subjek dengan sosok yang kotor, kurus atau renta
  • Penggunaan warna yang gelap dan bersahaja

Lukisan Realisme tidak lagi menampilkan corak ideal Romantisme yang dibuat berdasarkan imajinasi pelukis.

Adegan yang dramatis dan heroik digantikan oleh penggambaran aktivitas sehari-hari masyarakat kelas bawah. Begitu pula dengan adegan yang mengandung sosok telanjang diperlihatkan apa adanya.

4. Mengandung pesan sosial politik

Golongan masyarakat bawah yang muncul di karya Realisme seringkali merupakan “pesan” dari sang seniman.

Kaum pekerja yang kotor dan berantakan ditampilkan secara syahdu, anggun dan bersahaja. Kerja keras mereka ditunjukkan sebagai sesuatu yang mulia dan digambarkan selayaknya lukisan historis yang megah.

Selain itu, seniman Realisme juga terkadang menggunakan pemilihan subjek tersebut untuk menyindir kebiasaan-kebiasaan kaum bangsawan di abad ke-19.


Sejarah

Kondisi Sebelum Realisme

Penyebab kemunculan aliran Realisme dimulai jauh sebelum masa kelahirannya.

Pada abad ke-17, Raja Perancis Louis XIV mendirikan Académie Royale de Peinture et de Sculpture (Akademi Seni Lukis dan Seni Patung Kerajaan). Akademi Kerajaan dibuat dengan tujuan mengatur penciptaan karya seni di Perancis.

Akademi Seni Lukis dan Seni Patung Kerajaan Perancis
Akademi Seni Lukis dan Seni Patung Kerajaan Perancis

Berbagai aturan yang ditetapkan Akademi menjadi standar dunia seni saat itu. Mulai dari tema yang dipilih, teknik yang digunakan, hingga ukuran lukisan yang dibuat.

Seniman yang belajar di Akademi Kerajaan mendapat dukungan penuh. Mulai pelatihan seni, disediakan studio, karyanya dipamerkan dan diberi pengakuan sebagai seniman sejati.

Akademi tersebut juga menetapkan tingkatan dalam seni lukis. Berikut ini tingkatannya dari tingkat paling “mulia” ke tingkat biasa:

  • Lukisan historis memiliki derajat paling tinggi,
  • Lukisan potret (tokoh penting) di tingkat berikutnya,
  • Lukisan genre (penggambaran masyarakat biasa, atau orang “tidak penting”) di urutan tengah,
  • Lukisan panorama (pemandangan alam) pada tingat bawah,
  • Lukisan still life (lukisan benda mati) menempati tingkat paling rendah.

Hanya siswa lukis paling hebat di Akademi yang diperbolehkan mengerjakan lukisan historis.

Jenis karya historis biasanya menampilkan adegan berskala besar. Temanya berasal dari cerita mitologi klasik, Alkitab, karya sastra terkenal atau peristiwa penting yang dianggap puncak pencapaian manusia. Aliran Neoklasikisme menjadi corak yang paling diagungkan untuk menggarap lukisan historis.

Perlahan-lahan gaya Neoklasikisme kemudian bergeser ke Romantisme. Aliran ini menampilkan adegan yang dramatis dan emosional. Subjek yang ditampilkan biasanya eksotik, dengan penggambaran ideal sesuai imajinasi sang seniman. 

Corak lukisan yang hanya menampilkan hal-hal ideal dan mulia ini membuatnya dianggap sebagai High Art.

Kemunculan & Perkembangan Realisme

Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi berbagai hal yang mengakibatkan pergolakan di Perancis:

  • Perancis berkali-kali mengalami perubahan drastis dalam kepemimpinan. Monarki yang digulingkan dan diganti oleh pemerintahan republik. Runtuhnya republik, digantikan lagi oleh monarki yang juga lengser beberapa tahun setelahnya. Perang dan revolusi. Pendudukan militer. Hingga akhirnya pemerintahan republik berhasil berdiri kembali.
  • Revolusi Industri yang sedang terjadi di seluruh Eropa. Perubahan teknologi menyebabkan berkembangnya industrialisasi dan meningkatnya urbanisasi. Di sisi lain, kemajuan ini juga diikuti dengan terjadinya eksploitasi ekonomi pada masyarakat kelas bawah.

Secara singkat, Perancis di akhir abad ke-19 diterpa masa yang penuh kekacauan, ketidakstabilan dan perubahan sosial yang luas.

Perlu dipahami bahwa di zaman tersebut hanya ada sangat sedikit cara bagi masyarakat untuk mendapat informasi. Lukisan seringkali digunakan sebagai “jendela dunia”. Berfungsi menggambarkan apa yang sedang terjadi di suatu tempat, ataupun pernah terjadi di masa lampau.

Banyak seniman di abad ke-19 menganggap lukisan Neoklasikisme dan Romantis hanya “menutup mata” dari kenyataan di Perancis. Banyak masalah bermunculan di masyarakat dan pemerintahan, tapi aliran-aliran tadi hanya menampilkan hal-hal yang cantik dan ideal.

Gerakan Realisme kemudian muncul sebagai salah satu “aksi protes” seniman terhadap hal tersebut. Seniman Realisme mengganti lukisan ideal dari seni tradisional dengan penggambaran masalah-masalah nyata di masyarakat.

Salon de Peinture tahun 1850
Pameran Seni Lukis Akademi Kerajaan (Salon de Peinture) tahun 1850

Titik tolak Realisme dimulai oleh Gustave Courbet dengan karyanya:

  • Lukisan A Burial at Ornans (1849-1850) yang ditampilkan pada pameran resmi Akademi Kerajaan tahun 1850. Karya ini menandai debut Realisme sebagai sebuah gerakan seni di dunia seni Eropa. Para bangsawan dan penikmat seni menilainya sebagai sebuah skandal karena menggambarkan adegan pemakaman di desa, bahkan menggunakan skala lukisan yang hanya boleh dipakai oleh lukisan historis.
  • Lukisan The Stone Breakers (1849-1850) yang dipamerkan pada tahun yang sama. Courbet menunjukkan kenyataan tentang masyarakat kelas bawah yang sedang melakukan pekerjaan berat dengan upah kecil. Lukisan ini dianggap membawa pesan Sosialisme karena dinilai membela kaum pekerja.

Realisme tidak sekedar menggambarkan objek yang ada di alam nyata, seperti halnya yang dilakukan Naturalisme. Karya Realisme berupaya menunjukkan situasi “yang sebenarnya terjadi”, baik itu dari segi kehidupan sosial, politik maupun moral.

Kehidupan sehari-hari dinilai pantas untuk diperlihatkan sebagai “seni”, bahkan memiliki bobot yang sama dengan lukisan historis. Pemilihan tema dan penggambaran subjek aliran Realisme dianggap lancang dan sangat kontroversial di masa tersebut.

Tidak cukup hanya mematahkan prinsip tradisional tentang pemilihan subjek lukisan, gerakan Realisme juga “menantang” institusi seni yang ada.

Seniman Realisme memang tetap mengirimkan karya ke pameran resmi Akademi Kerajaan. Tapi mereka berani mengadakan pameran independen untuk “menandingi” institusi tersebut.

Saat lukisan Courbet ditolak oleh pameran resmi Akademi Kerajaan, ia menyewa galeri di sampingnya untuk mengadakan pamerannya sendiri, Pavillon of Realism.

Beberapa tahun kemudian, Akademi melakukan hal serupa dan menolak banyak lukisan dari berbagai seniman. Gustave Courbet, Édouard Manet dan beberapa seniman lainnya kemudian mengadakan Salons des Refusés (Pameran Karya yang Ditolak).

Pameran Salon de Refuse tahun 1898
Pameran Karya yang Ditolak (Salon de Refuse) tahun 1898

Pameran ini menjadi pembicaraan media massa dan masyarakat berbondong-bondong datang untuk melihatnya.

Serupa dengan Courbet, Manet juga menciptakan lukisan Realisme yang membuat heboh masyarakat Perancis. Misalnya:

  • Lukisan Luncheon on the Grass (1863). Karya ini menampakkan 2 orang bangsawan yang berpiknik di tengah hutan bersama 2 perempuan telanjang. Penggambaran ini menyinggung pengunjung pameran, terutama karena mereka memiliki kebiasaan piknik tersebut. Ditambah lagi, para bangsawan tersebut sedang mengunjungi pameran bersama keluarga mereka tidak ingin anak istrinya mengetahui tentang piknik itu.
  • Lukisan Olympia (1963). Di pameran berikutnya pada tahun yang sama, Manet memasang karya yang menampilkan. wanita tuna susila yang telanjang dan budak berkulit hitam. Lukisan ini membuat kritikus seni geram karena dianggap memparodikan karya agung Venus of Urbino (1538) dari pelukis klasik Titian.
BACA JUGA  Cara Melukis Kaca Jendela

Perkembangan di bidang percetakan, surat kabar dan media massa membuat seniman Realisme mampu bergerak mandiri tanpa promosi dari Akademi Kerajaan.

Lukisan-lukisan Gustave Courbet, Edouard Manet dan pelukis Realisme lainnya dengan sengaja dimaksudkan untuk memancing kontroversi. Media massa mempublikasi sensasi tersebut dengan senang hati.

Taktik ini membuat sosok-sosok seniman tadi semakin dikenal di masyarakat dan menjadi selebriti di zaman itu.

Walaupun begitu, tidak semua seniman Realisme memiliki tujuan politik yang serupa dengan Courbet. Sebagian hanya menunjukkan pesan sosial dalam karyanya, sehingga Akademi Kerajaan tidak terlalu mengkritik lukisan-lukisan mereka.

Jean-François Millet menciptakan 3 karya besar aliran Realisme yaitu The Sower (1850), The Gleaners (1857) dan The Angelus (18570-1859). Ia menggambarkan betapa kerasnya kehidupan petani desa, tapi tanpa menyudutkan bangsawan seperti karya-karya Courbet.

Begitu pula Rosa Bonheur yang dikenal karena melukiskan adegan-adegan hewan pertanian seperti sapi bajak di Plowing in the Nivernais (1848) dan kawanan kuda di The Horse Fair (1852-1855).

Seiring berkembangnya Realisme menjadi fenomena besar di Perancis, seniman dari negara-negara lain ikut mengadopsi aliran ini dalam karya mereka.

Lukisan The Gross Clinic (1875) karya Thomas Eakins
Lukisan The Gross Clinic (1875) karya Thomas Eakins

Di Amerika, Thomas Eakins menjadi pelukis Realisme paling tersohor. Lukisan The Gross Clinic (1875) menggambarkan dengan tepat detail-detail dalam sebuah operasi medis. Selain itu terdapat pula James Abbot McNeill Whistler dengan lukisan Whistler’s Mother (1871) yang kembali terkenal di era modern.

Lukisan Three Women in Church (1881) karya Wilhelm Leibl
Lukisan Three Women in Church (1881) karya Wilhelm Leibl

Di Jerman, Pelukis Wilhelm Leibl mengikuti ajakan Courbet dan menjadi pelukis Realisme utama di negaranya. Ia dikenal berkat lukisan Three Women in Church (1881), di mana ia menampilkan 3 wanita dari kelas bawah dengan bersahaja.

Lukisan Barge Haulers on the Volga (1870-1873) karya Ilya Evimovich Repin
Lukisan Barge Haulers on the Volga (1870-1873) karya Ilya Evimovich Repin

Sementara di daerah Rusia, pelukis Ilya Repin menjadi yang paling dikenal. Lukisannya Barge Haulers on the Volga (1870-1873) menunjukkan keperkasaan buruh-buruh kerja di sana. Banyak pihak, termasuk novelis terkenal Leo Tolstoy, menganggap Repin berhasil melukiskan kehidupan orang-orang Rusia lebih baik dari seniman-seniman lainnya.

Sayangnya, aliran Realisme tidak memiliki kelompok-kelompok seniman seperti halnya Naturalisme. Seniman yang menganut Realisme berjumlah banyak tapi bergerak sendiri-sendiri. Perlahan kepopuleran Realisme memudar dan digantikan aliran lain seperti Impresionisme.

Pengaruh terhadap Aliran Lain

Aliran Realisme secara luas dianggap sebagai seni modern yang pertama, karena:

  • Realisme menolak berbagai bentuk tradisional dalam seni rupa, sastra dan organisasi sosial. Tradisi-tradisi tersebut dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman di masa Revolusi Industri.
  • Realisme menganut tujuan modernisme seni, yaitu menemukan kebenaran baru dengan menyelidiki serta mematahkan prinsip dan kepercayaan tradisional.
  • Pemilihan tema kehidupan masyarakat kelas bawah merupakan perwujudan dari keinginan avant-garde untuk menyatukan seni dan kehidupan. Pandangan ini kemudian menjadi dasar berbagai definisi dari modernisme.

Gustave Courbet dan Edouard Manet sendiri disebut sebagai seniman avant-garde pertama, karena berusaha mematahkan tradisi dan merevolusi dunia seni.

Gabungan antara karya seni dengan kritik sosial menjadi dasar bagi seniman-seniman di masa berikutnya untuk ikut menyuarakan pesan sosial. Tema dan subjek yang dipilih Courbet dan Manet telah memperluas batasan tentang apa yang termasuk dalam seni dan bukan-seni.

Secara teknik lukis, Realisme mendorong munculnya aliran-aliran lain.

Komposisi lukisan Realisme menjadi langkah awal Manet dalam mengembangkan corak Impresionisme. Sementara penggunaan garis kontur untuk membuat struktur bentuk dan memisahkan warna menjadi inspirasi untuk seniman Post-Impresionisme (Paul Cezanne) maupun seniman Kubisme (Pablo Picasso dan Georges Braques).

Dari sisi ideologi Realisme diteruskan oleh Sosial Realisme puluhan tahun setelahnya. Gerakan seni ini lebih menyerupai fenomena budaya daripada gerakan seni. Seniman Sosial Realisme menyuarakan pesan sosial di masyarakat, sekaligus berusaha melawan maraknya seni abstrak yang populer di Perancis abad ke-20.


Contoh Gambar Realisme dan Pelukisnya

Tidak akan lengkap rasanya jika artikel aliran lukis Realisme tidak membahas lebih dalam tentang berbagai pelukis Realisme dan karya-karyanya. Di bagian ini kami membagi pembahasan menjadi seniman Realisme mancanegara dan seniman Realisme Indonesia.

Pelukis Realisme Mancanegara

Aliran Realisme lahir dan berkembang di Perancis. Artikel ini akan menjelaskan beberapa pelukis Perancis yang memegang peranan utama dalam kemunculan corak Realisme.

Gustave Courbet

“Painting is the representation of visible forms. The essence of Realism is its negation of the ideal.”

Gustave Courbet
Foto Pelukis Realisme Gustave Courbet
Foto Gustave Courbet

Gustave Courbet adalah tokoh sentral dari kemunculan Realisme di abad ke-19.

Courbet lahir di kota kecil Ornans yang dikelilingi pemandangan indah. Courbet kecil tumbuh dengan menyenangi berbagai aktivitas di pedesaan, seperti mandi di sungai dan bermain di padang rumput milik keluarganya.

Kedekatannya dengan kehidupan desa dan warga yang hidup di sana bisa jadi berpengaruh saat ia dewasa. 

Courbet memegang teguh rasa tidak suka terhadap struktur yang ditetapkan Akademi Kerajaan di Perancis. Ia menolak corak Klasikisme dan Romantisme yang mengagungkan adegan dramatis dan teatrikal.

Sebagai gantinya, Courbet bersikeras hanya mau melukiskan apa yang bisa dilihat secara nyata. Bahkan sekalipun realita tersebut ternyata buruk rupa dan kotor.

Karya-karya Courbet seringkali mengundang kontroversi bagi masyarakat Perancis di abad ke-19. Ia menantang tradisi seni yang berlaku dengan menampilkan masalah-masalah sosial dalam karyanya.

Seniman Realisme ini memilih subjek lukisan yang dianggap vulgar di masa tersebut. Misalnya rakyat desa, petani, dan buruknya kondisi kerja orang-orang miskin. Apalagi subjek “rendahan” itu disajikan dalam skala besar yang dikhususkan untuk lukisan historis dan religius.

Sebagai pendukung Republik, lukisan-lukisan Realisme merupakan media bagi Courbet untuk mengangkat derajat petani dan rakyat kecil dari tempat asalnya. Prinsip-prinsip tadi membuatnya dikenal sebagai tokoh yang lukisannya selalu menampilkan kenyataan hidup yang pahit.

Sebagai seniman, Courbet menolak untuk bergantung sepenuhnya pada sistem pameran seni yang dijalankan negara. Ia mempelopori munculnya pameran tunggal yang independen, tapi tetap menguntungkan secara komersial. Pendekatan ini diikuti banyak seniman yang tidak mau lagi mengekor kepada aturan Akademi Kerajaan.

Walaupun seorang pelukis, Courbet dianggap sebagai inovator karena mendobrak tradisi lama. Karya-karyanya yang membuat pernyataan berani dinilai penting bagi seniman-seniman di masa berikutnya.

Courbet menganut paham Sosialisme dan aktif terlibat dalam perkembangan politik Perancis. Ia sempat dipenjara karena keterlibatannya dengan Komune Paris, dan akhirnya diasingkan di Swiss hingga tutup usia.

Lukisan Realisme The Stone Breakers (1849-1850) karya Gustave Courbet
Lukisan The Stone Breakers (1849-1850) karya Gustave Courbet
Lukisan Realisme The Stone Breakers (1849-1850) & Analisisnya

Lukisan The Stone Breakers menimbulkan sensasi besar saat pertama kali dipamerkan di Salon (pameran resmi Akademi Kerajaan) tahun 1850. 

Sebagai karya Realisme, The Stone Breakers menampilkan adegan kehidupan sehari-hari: 2 orang petani yang sedang bekerja memecah batu. Lukisan ini bertujuan untuk menunjukkan betapa kerasnya pekerjaan yang dijalani rakyat miskin.

Courbet dengan sengaja tidak menampilkan wajah seorangpun dalam komposisi lukisan. Petani-petani tersebut menyimbolkan “orang biasa” dan ditujukan supaya khalayak umum bisa bercermin dari sosok mereka.

Lukisan ini diinspirasi dari pemandangan yang dilihat Courbet dalam perjalanannya kembali dari Ornans. Ia menyaksikan petani-petani yang sedang membanting tulang untuk memecah batu di pinggir jalan.

The Stone Breakers dipandang sebagai mahakarya Courbet yang pertama. Sayangnya lukisan ini rusak karena peristiwa pengeboman di Dresden oleh Tentara Sekutu pada tahun 1945.

Lukisan A Burial at Ornans (1849-1850) karya Gustave Courbet
Lukisan A Burial at Ornans (1849-1850) karya Gustave Courbet
Lukisan A Burial at Ornans (1849-1850) & Analisisnya

A Burial at Ornans adalah salah satu karya paling penting Gustave Courbet. Lukisan ini mendokumentasikan prosesi pemakaman paman Courbet yang dihadirinya di tahun 1848.

Dalam lukisan historis, biasanya seniman menyewa model sebagai pemerannya. Tapi Courbet mengatakan ingin melukis orang yang sama dengan yang melayat saat prosesi terjadi. Hasilnya adalah penggambaran yang sangat realistis dari kehidupan di Ornans, dan dari tiap-tiap tokoh.

Lukisan A Burial mendapat pujian sekaligus kecaman, baik dari kritikus maupun masyarakat luas, karena mengusik tradisi lama.

Courbet melukis dalam ukuran 3,15 x 6,65 meter untuk A Burial, hampir 3 kali lipat dibanding ukuran lukisan biasanya.

Ukuran tersebut hanya boleh dipakai untuk melukis tema historis, sementara Courbet menggunakannya untuk peristiwa “sehari-hari”. 

A Burial dipandang sebagai “lukisan biasa” yang ingin masuk ke ranah “lukisan agung”. Mirip seperti orang bersepatu kotor yang memaksa masuk ke pesta bangsawan.

Lukisan ini juga dicela karena “kurang sentimentil”. Para peziarah tidak menampakkan pose teatrikal yang mencerminkan perasaan sedih. Wajah subjek-subjeknya terlihat seperti karikatur, bukannya dilukiskan dengan ekspresi mulia.

Tapi perlahan masyarakat mulai tertarik dengan pendekatan aliran Realisme. Corak Romantisme yang menggambarkan kemewahan, kenikmatan dan fantasi kehilangan popularitasnya.

Courbet menanggapinya dengan mengatakan, “Lukisan Pemakaman di Ornans pada kenyataannya adalah pemakaman untuk aliran Romantisme.”

Gustave Courbet kemudian menjadi sosok terkenal. Banyak orang memujanya sebagai jenius, walaupun sebagian yang lain menyebutnya sebagai “orang tidak beradab”.

Tapi Courbet malah terus mengompori supaya publik menganggapnya sebagai petani yang tidak terpelajar, sementara karya-karya yang dihasilkannya terus menaikkan ketenarannya.

Sebagai seniman Realisme, Courbet sangat aktif dalam perkembangan politik di Perancis. Setelah orang-orang mulai mengenalnya dari karya-karya Realisme, Courbet menyuarakan ide-ide demokrasi dan Sosialisme. Wajahnya seringkali dibuat karikatur oleh media massa Perancis.

BACA JUGA  Aliran Seni Lukis Naturalisme

Edouard Manet

“One must be of one’s time and paint what one sees.”

Edouard Manet
Foto Seniman Aliran Realisme Edouard Manet
Foto Edouard Manet

Edouard Manet adalah salah satu pelukis awal yang mengembangkan gerakan seni Realisme di Perancis.

Manet lahir di keluarga kelas atas. Ibunya memiliki garis keturunan keluarga putra mahkota Swedia, sementara ayahnya adalah seorang hakim di Perancis.

Orangtuanya mengharapkan Manet berkarir di bidang hukum. Tapi Manet tumbuh dengan kesukaan terhadap seni. Setelah 2 kali gagal dalam ujian masuk Angkatan Laut, akhirnya keinginan Manet untuk mempelajari seni diperbolehkan oleh ayahnya.

Dalam berkarya, Manet ingin memperbaharui dunia lukis dengan memasukkan konten baru ke dalam wadah yang sudah ada.

Ia memiliki sensitivitas tinggi terhadap tradisi historis, tapi digabung dengan sudut pandang baru dari Realisme. Gabungan kedua hal tersebut dianggap sebagai penyebab berbagai skandal yang muncul dari lukisannya.

Berkebalikan dengan karya-karyanya yang memancing kontroversi, Manet berpendapat para pelukis sebaiknya tetap berusaha karyanya bisa dipamerkan di pameran resmi Akademi Kerajaan. 

Tapi saat karyanya tidak diterima di tahun 1867, Manet terpaksa mengadakan pamerannya sendiri. Ibu Manet khawatir ia akan membuang-buang harta warisannya, karena acara pameran membutuhkan biaya yang sangat besar.

Pameran Manet saat itu mendapat ulasan buruk dari banyak kritikus, tapi usahanya tidaklah sia-sia. Di sana ia berkenalan dengan beberapa pelukis Impresionisme yang berpengaruh di kemudian harinya. 

Seniman-seniman Impresionisme mendapat inspirasi dari Manet lewat teknik alla prima di lukisan-lukisannya. Tapi sebaliknya, Manet juga mengadaptasi corak Impresionisme ke dalam berbagai karya selanjutnya.

Di pertengahan umur 40, kesehatan Manet mulai menurun karena penyakit sifilis. Sejak itu ia hanya membuat lukisan ukuran kecil dan jarang menciptakan karya berukuran besar lagi.

Karya besar terakhirnya adalah A Bar at the Folies Bergere (1822) yang berhasil dipamerkan dalam pameran resmi Akademi Kerajaan.

Komplikasi penyakit sifilis yang diderita Manet menyebabkan kaki kirinya harus diamputasi pada April 1883. Ia meninggal 11 hari setelahnya dan dikuburkan di Pemakaman Passy, Paris.

Gambar lukisan Luncheon on the Grass karya Edouard Manet bisa dilihat di sini:

Lukisan Luncheon on the Grass (1863) dan Keterangannya

Lukisan Luncheon on the Grass menjadi pusat pembicaraan dalam pameran Salon des Refusés 1963. Sangat mudah dibayangkan kenapa kaum bangsawan terkejut saat melihat karya ini.

Manet menampilkan sosok wanita telanjang yang jujur, tidak digambarkan dengan tubuh ideal. Sang wanita sedang berinteraksi dengan santai bersama 2 pria berpakaian rapi dan terlihat seperti bangsawan.

Pandangan wanita tersebut menatap ke arah pengamat lukisan, seolah Manet menantang langsung batasan estetika dan etika publik.

Komposisi lukisan Realisme ini dianggap terinspirasi dari karya seniman Renaisans seperti Giorgione dan Raimondi. Tapi pengaruh karya-karya maestro tersebut dipatahkan oleh Manet melalui penggunaan sumber cahaya yang tidak natural dan perspektif yang kurang tepat.

Gambar lukisan Luncheon on the Grass karya Edouard Manet bisa dilihat di sini:

Lukisan Olympia (1863) dan Keterangannya

Dalam lukisan Olympia, Manet menantang kaum bangsawan dengan realita yang menjadi rahasia umum saat itu: prostitusi dari wanita kelas bawah. 

Karya ini sengaja dibuat provokatif dan sekali lagi Manet berhasil mengejutkan pengamat lukisannya di pameran Salon 1865.

Olympia mengambil referensi dari Venus of Urbino (1538) karya Titian dan Maja Desnuda (1799-1800) karya Goya. Semua lukisan tersebut masuk ke dalam golongan lukisan “boudoir” (menampilkan kecantikan sensual dari tubuh subjek), tapi Olympia memberikan potret seorang wanita yang tidak malu menunjukkan tubuhnya.

Kebanyakan pengamat menganggap Olympia adalah penggambaran visual dari puisi tulisan Baudelaire yang berjudul Les Fleurs du Mal (1857). Hal ini ditunjukkan dari elemen di dalam lukisan, misalnya kucing hitam yang menyimbolkan prostitusi dalam puisi Baudelaire.

Lukisan A Bar at the Folies Bergere (1822) karya Edouard Manet
Lukisan A Bar at the Folies Bergere (1822) karya Edouard Manet
Lukisan A Bar at the Folies Bergere (1822) dan Analisisnya

Lukisan A Bar at the Folies Bergere adalah mahakarya terakhir dari Manet yang kesehatannya sudah menurun.

Karya ini menampilkan cafe yang populer, Folies-Bergere, dengan beragam pengunjungnya. Suasana yang ramai direfleksikan pada cermin di belakang sosok utama lukisan. Pantulan tersebut terdistorsi, Manet melakukannya untuk membedakan antara mana yang “nyata” dan “buatan”.

Pelayan wanita yang berada di tengah komposisi menunjukkan penampilan yang sedih dan lelah. Pandangan matanya menghindari pengamat lukisan yang diposisikan sebagai pelanggan bar dalam adegan ini.

Di atas meja bar terletak serangkaian objek still-life yang terdiri dari botol minuman keras, bunga dan jeruk. Susunan ini seolah meramalkan Manet akan menghabiskan 2 tahun terakhirnya dalam hidupnya hanya dengan melukis still-life.

Jean-François Millet

“A peasant I was born, a peasant I will die.”

Jean-Francois Millet
Foto Jean Francois Millet
Foto Jean Francois Millet

Jean-Francois Millet dikenal dengan lukisan-lukisan petani yang sedang mengerjakan ladang dan konteks keagamaan yang ada di dalam karya tersebut.

Berbeda dengan seniman-seniman besar lainnya, Millet berasal dari keluarga petani yang sederhana. Ia tumbuh sambil bekerja keras menggarap ladang keluarganya. Millet baru mempelajari seni lukis ketika berumur 19 tahun.

Kepekaan Millet sebagai seniman Realisme terbentuk dari masa-masa hidupnya di desa. Ia memilih untuk tidak mengikuti corak lukisan megah yang ditetapkan Akademi Kerajaan.

Setelah berkeluarga, Millet menetap di daerah Barbizon untuk beberapa saat. Ia juga sempat dekat dengan seniman-seniman Barbizon School seperti Theodore Rousseau.

Tapi selera artistik Millet membuatnya berbeda dengan seniman Barbizon School lain. Seniman Naturalisme dari Barbizon School berfokus pada lukisan panorama, sementara Millet lebih tergerak dengan kehidupan masyarakat kelas bawah.

Millet memandang dirinya sebagai bagian dari petani. Ia menjalani hidup secara sederhana, berkebalikan dengan pengaruh besar yang dimiliki karya-karyanya. Millet sendiri pernah mengungkapkan rasa tidak nyaman saat berada di lingkungan masyarakat kelas atas. Karena itulah ia memilih melukis hal yang paling dipahaminya, yaitu kehidupan para petani.

Dalam berkarya, Millet menampilkan para petani dalam nuansa yang mulia. Skala lukisan dan gaya yang dipakai Millet seharusnya dikhususkan untuk figur bersejarah, tokoh dalam Alkitab, atau pahlawan mitologi.

Pilihan artistik yang dibuat Millet sering membuatnya mendapat berbagai kritikan. Masyarakat di masa itu sangat sadar terhadap kelas sosial, ditambah lagi iklim politik Perancis  sedang tidak stabil. Banyak pihak menganggap Millet sebagai penganut aliran politik sayap kiri. Tapi pada dasarnya Millet tidak memiliki ketertarikan dengan ranah politik.

Sebaliknya, pengalaman tumbuh di keluarga yang cukup religius membuat karya-karya Millet memiliki akar keagamaan. Banyak lukisan-lukisan ikonik Millet yang menampilkan nilai keagamaan misalnya The Harvesters Resting (Ruth and Boaz), The Gleaners, dan The Angelus.

Walaupun mendapat ulasan yang beragam saat karyanya ditampilkan di pameran resmi Akademi Kerajaan, Millet menjadi tersohor sepanjang tahun 1860an. Ia mendapat pesanan dari banyak pihak, termasuk dari pemerintah.

Masa-masa tua Millet dipenuhi dengan kesuksesan finansial dan kepopuleran. Seniman Realisme ini menutup usia di tahun 1875 setelah kesehatannya menurun beberapa lama.

Lukisan The Gleaners (1857) karya Jean Francois Millet
Lukisan The Gleaners (1857) karya Jean Francois Millet
Lukisan The Gleaners (1857) dan Keterangannya

Lukisan The Gleaners (1857) adalah salah satu lukisan Millet yang paling dikenal.

Di saat Millet masih hidup, Perancis memiliki tradisi yang mengikuti anjuran Injil yaitu membiarkan sisa-sisa panenan jerami (disebut gleaning dalam Bahasa Inggris) tergeletak di ladang. Sisa jerami ini boleh diambil oleh para perempuan dan anak-anak miskin untuk dimasak.

Tema yang sangat dekat dengan kehidupan penduduk desa ini berkali-kali muncul di benak Millet selama 7 tahun ia bermukim di Barbizon. Millet merasa tema ini abadi karena berhubungan dengan cerita dari Perjamuan Lama.

Lukisan The Gleaners dipamerkan dalam Salon 1857 dan mendapat banyak serangan. Kritikus menilainya vulgar karena menampilkan potret kemiskinan rakyat desa dengan jujur.

Secara komposisi, karya Realisme ini menunjukkan sebuah sore di mana 3 wanita petani sedang mengumpulkan sisa dari jerami yang sudah dipanen. 

Kehidupan mereka yang miskin ditunjukkan melalui pakaian yang sederhana, kasar dan kotor.

Tangan terjulur ke tanah dengan punggung yang terlihat sakit

Masing-masing sosok wanita mengerjakan tugas yang berbeda. Wanita pertama mencari tangkai jerami, yang kedua mengambil butiran jerami, dan yang ketiga mengumpulkan semuanya.

Wajah mereka dilukiskan secara tidak jelas, menandakan sosok-sosok bisa berarti siapapun di masyarakat Perancis dan tidak spesifik kepada 1-2 orang saja.

Di latar belakang terdapat gerobak penuh jerami, sekumpulan petani lainnya yang menikmati musim panen melimpah, seorang tuan tanah yang menunggang kuda, dan desa di kejauhan.

Kontras antara latar depan yang berbayang dan latar belakang yang terang menggambarkan jarak. Penduduk yang miskin seolah ditinggalkan oleh penduduk lainnya yang makin menjauh. 

Sementara pria berkuda yang mengawasi panen menyimbolkan perbedaan kelas sosial dan bangsawan yang tidak perlu kerja kasar.

Jerami-jerami yang tertinggal dan berserakan di latar depan, berkilau bagaikan permata di atas tanah.

Penggambaran ini membuat orang yang melihat lukisan menyadari betapa berharganya jerami itu untuk para wanita tersebut, betapa sedikit yang mereka peroleh, dan betapa berat perjuangan yang mereka lakukan untuk sekedar bisa bertahan hidup.

BACA JUGA  Macam-macam Media Lukis (Contoh & Penjelasan)

Walaupun penuh dengan kemiskinan, Millet melukiskan wanita-wanita tersebut dengan kehormatan. Mereka menampakkan ketangguhan di tengah kerasnya upaya mereka. Sosok-sosok berbaju sederhana tersebut juga memiliki tubuh yang kokoh karena terbiasa dengan beratnya pekerjaan mereka sehari-hari.

Lukisan The Angelus (1857-1859) karya Jean Francois Millet
Lukisan The Angelus (1857-1859) karya Jean Francois Millet
Lukisan The Angelus (1857-1859) dan Keterangannya

Lukisan The Angelus menampilkan 2 orang petani kentang dengan kepala menunduk. 

Sang pria memegang topinya, dengan sebuah garu tertancap di tanah. Sang wanita menyatukan tangannya untuk berdoa. Di belakang mereka terdapat gerobak dengan karung hasil panenan kentang. Sebuah keranjang berisi kentang terletak di antara pria dan wanita itu, dengan kentang-kentang lain yang masih tergeletak di sekeliling mereka. Langit menampakkan matahari mulai terbenam, dan di kejauhan terlihat menara gereja di desa.

Pada desa Katolik Roma di zaman Millet, gereja akan membunyikan loncengnya di penghujung hari. Penduduk desa yang mendengarnya akan menghentikan pekerjaan dan memanjatkan doa Angelus.

Walaupun memiliki kondisi yang sederhana, perilaku pria dan wanita dalam lukisan tersebut menampakkan ketaatan. Baju yang sederhana dan bahu yang melengkung menunjukkan pekerjaan sehari-hari mereka yang berat, tapi sosok mereka yang berdoa menampilkan kesungguhan dan keanggunan.

Secara komposisi, The Angelus diciptakan dengan format yang biasa dipakai Millet. Subjek utama diletakkan di latar depan, elemen penyokong berada jauh di belakang, dan hampir tidak ada yang berada di antaranya.

Komposisi tersebut serupa dengan metode yang dipakai dalam karya Renaisans milik Leonardo Da Vinci dan Raphael. Tapi Millet membedakan karyanya dengan menatanya secara horizontal seperti sebuah panggung berisi aktor. Ini adalah teknik dari aliran Neoklasikisme.

Subjek petani kentang dalam The Angelus sudah pernah dibuat oleh Millet sebelumnya, yaitu dalam lukisan The Potato Harvest (1855).

Ia mengulang subjek itu karena lukisan ini sebenarnya adalah pesanan seorang pedagang seni dari Boston. Millet menambahkan gambar gereja di kejauhan dan mengubah judul lukisan setelah sang pedagang gagal membayarnya.

Walaupun menjadi lukisan Millet yang paling terkenal di kemudian hari, The Angelus pada awalnya tidak mendapat sambutan hangat. 

Pertama kali dipamerkan pada tahun 1865, karya ini beberapa kali berganti pemilik tapi tidak mengalami peningkatan harga yang signifikan.

Sebagian orang menganggap penyuka karya ini membelinya hanya karena bersimpati pada Millet.

Sekitar 10 tahun setelah kematian Millet, barulah harga The Angelus meningkat tajam. Penyebabnya adalah pemerintah Amerika dan Perancis beradu penawaran dalam lelang karya seni.

Beberapa tahun kemudian karya ini terjual hingga 800.000 Franc (sekitar 12,5 milyar Rupiah).

Ketimpangan antara nilai lukisan Millet dengan miskinnya keturunan dari Millet adalah salah satu dorongan lahirnya aturan droid de suite.

Aturan ini menyatakan ketika sebuah karya seni terjual, maka keturunan dari sang seniman akan mendapat bagian dari hasil penjualan.

Tokoh Seni Lukis Realisme Indonesia

Karena satu dan lain hal, kebanyakan seniman klasik Indonesia menganut aliran Romantisme dan Naturalisme. Tidak banyak seniman Indonesia yang bercorak Realisme, tapi artikel ini akan memaparkan salah satu pelukis Realisme yang paling dikenal di negara ini.

Dullah

Foto Seniman Realisme Indonesia Dullah
Foto Seniman Realisme Indonesia Dullah

Dullah adalah salah satu pelopor aliran Realisme di Indonesia, sekaligus pelukis bersejarah di negara ini.

Dullah lahir sebagai anak sulung di keluarga pengrajin batik. Ia pertama kali belajar melukis pada umur 16 dari S. Sudjojono dan Affandi.

Pada saat ibukota Indonesia dipindah ke Yogyakarta, Dullah mendirikan kelompok Seniman Indonesia Moeda (SIM) bersama Sudjojono.

Kelompok ini diserahi tugas mendokumentasikan perjuangan penduduk Yogyakarta semasa Perang Kemerdekaan dalam bentuk lukisan.

Lukisan Persiapan Gerilja (1949) karya Dullah
Lukisan Persiapan Gerilja (1949) karya Dullah

Lewat kanvas, Dullah menampilkan berbagai peristiwa bersejarah dan kejadian memilukan dari masa sebelum Indonesia merdeka. Lukisan Persiapan Gerilja hingga saat ini masih dipajang di Istana Kepresidenan Bogor.

Berkat lukisan-lukisan pertempuran gerilya Perang Kemerdekaan Indonesia, nama Dullah mulai dikenal. Ia pun mendapat sebutan “Pelukis Revolusi”.

Setelah masa kemerdekaan Indonesia, Dullah menorehkan berbagai pencapaian besar:

  • Dullah dan rekan-rekannya dari Asosiasi Pelukis Muda diberi kepercayaan dari pemerintahan Indonesia yang baru saja berdiri. Mereka ditugasi menciptakan poster, lukisan dinding, dan gambar-gambar tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia untuk menjaga semangat revolusi tetap membara di masyarakat.
  • Pada tahun 1950, Presiden Soekarno, menunjuk Dullah sebagai pelukis Istana Kepresidenan. Selama 10 tahun Dullah menjalankan tanggung jawab tersebut, ditambah lagi tugas mengkurasi seni rupa Istana Kepresidenan dan merawat Bendera Merah Putih pertama milik negara.
  • Dullah juga ditugasi memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Simbol negara Indonesia rancangan Sultan Hamid III tersebut pada awalnya bertubuh manusia. Dullah mengubahnya menjadi bentuk burung yang dikenal penduduk Indonesia sekarang, berdasarkan arahan Presiden Soekarno.
  • Dullah menyusun buku Lukisan-lukisan dan Patung-patung Koleksi Presiden Soekarno yang menjadi acuan untuk karya-karya seni bersejarah di Indonesia. Dari 4 jilid buku tersebut, Dullah mengerjakan 2 jilid pertama. “Buku-buku itu adalah dokumen tertulis pertama tentang seni rupa Indonesia,” kata Dullah.
  • Tidak hanya menjadi pelukis istana kerajaan, Dullah juga merupakan pelukis pribadi sekaligus fotografer bagi Presiden Soekarno.

Selepas masa pengabdiannya di Istana Negara, Dullah menetap di Bali untuk mengajar seniman-seniman Indonesia yang lebih muda. Di masa tuanya, Dullah kembali ke kota asalnya, Surakarta, sebelum akhirnya meninggal di Yogyakarta.

Sebagai seniman, Dullah sangat konsisten. Ia tetap mempertahankan corak Realisme dalam karyanya, walaupun banyak seniman menganggap aliran ini sudah ketinggalan zaman.

Realisme sudah ditinggalkan oleh kebanyakan seniman Eropa lebih dari 100 tahun yang lalu. Sementara di Indonesia, Realisme dianggap tidak lagi sesuai zaman semenjak 40 tahun yang lalu.

Tapi Dullah mempercayai bahwa corak lukisan bergerak seperti halnya lingkaran kehidupan. Tren seni akan berputar kembali ke titik asalnya. 


Perbedaan dengan Aliran Seni Lukis Lainnya

Sifat-sifat aliran Realisme sudah cukup jelas diterangkan dalam bagian Sejarah Realisme. Tapi untuk memperluas pembahasan, bagian ini akan membandingkan Realisme dengan aliran lainnya.

Realisme dan Romantisme

Perbedaan lukisan Realisme dan Romantisme
Perbedaan lukisan Realisme dan Romantisme

1. Realisme bertema kenyataan yang sedang terjadi di masa tersebut, sementara Romantisme bertema adegan historis atau fiksi.

Seniman Realisme mengambil inspirasi dari apa yang terjadi di masyarakat. Pelukis Romantisme memilih subjek karya dari mitologi, cerita Alkitab, atau dramatisasi adegan bersejarah.

2. Realisme mengomentari fenomena sosial politik, sementara Romantisme tidak.

Lukisan Realisme berangkat dari permasalahan di masyarakat, misalnya petani yang bekerja keras dengan upahnya minim. Masalah-masalah “dunia nyata” tersebut berusaha disampaikan kepada golongan masyarakat lain untuk dilihat. Sementara karya Romantisme tidak pernah mengangkat masalah “rakyat biasa”. Adegan dalam Romantisme didramatisasi untuk menanamkan pesan moral seperti heroisme dan patriotisme. Karena itulah berbagai seniman mural zaman Renaissance memilih Romantisme untuk ditampilkan melalui teknik lukis tembok.

3. Realisme menunjukkan subjek secara jujur, sementara Romantisme mengubah subjek menjadi bentuk ideal.

Seniman Realisme melukiskan masyarakat kelas bawah sebagaimana mereka terlihat: dekil, lelah, kurus dan berantakan. Sementara pelukis Romantisme menampilkan subjek lukisannya sebagai pria yang gagah dan wanita yang resik cantik.

Realisme dan Naturalisme

Perbandingan antara kedua aliran ini bisa dibaca di pembahasan khusus kami tentang Naturalisme dan Realisme.

Realisme dan Surealisme

Perbedaan Lukisan Aliran Realisme dan Surealisme
Perbedaan Lukisan Aliran Realisme dan Surealisme

1. Realisme menggambarkan hal yang “nyata”, sementara Surealisme melukiskan hal di luar kenyataan.

Seniman Realisme melihat apa yang terjadi di sekitarnya dan menyampaikan realita tersebut apa adanya. Senirupawan Surealisme berusaha menyampaikan realita kehidupan melalui tampilan yang mistis dan aneh, seolah ingin menarik pengamat lukisannya masuk ke dunia lain.

2. Realisme bersumber dari dunia nyata, sementara Surealisme bersumber dari diri pelukisnya.

Lukisan Realisme menampilkan sosok dan peristiwa yang memang ada di masa tersebut (kenyataan objektif). Sebaliknya karya Surealisme mengekspresikan filosofi dan perasaan sang seniman berdasarkan teori bawah sadar dari psikoanalisis Sigmund Freud. Pelukis Surealisme mempercayai interpretasi mimpi dan mengeksplorasi sudut-sudut gelap pikiran lewat lukisannya.

3. Realisme bersifat sosial, sementara Surealisme bersifat personal.

Lukisan Realisme bertujuan menyampaikan pesan sosial atau mengomentari fenomena yang ada di masyarakat. Karya Surealisme bertujuan mengaktifkan pikiran bawah sadar manusia dengan menggunakan gambar/lukisan.


Kesimpulan Singkat

Realisme berangkat dari situasi negara yang penuh gejolak. Kondisi tersebut membuat para seniman merasa perlu ikut andil.

Seniman Realisme menyuarakan masalah-masalah di masyarakat melalui karyanya. Hal tersebut lahir ke dunia bukan tanpa pertentangan. Kaum bangsawan dan kerajaan yang merasa terusik seringkali mengkritik karya-karya Realisme sebagai vulgar dan “tidak berseni”.

Tapi anggapan-anggapan negatif pun tidak bisa mematahkan pergerakan seni yang akhirnya tercatat sebagai salah satu aliran seni penting dalam sejarah dunia.


Referensi

The Art Story Contributors. 2015. “Realism”. https://www.theartstory.org/movement/realism/. Diakses tanggal 1 Desember 2021.

The Metropolitan Museum of Art. 2011. “Gustave Courbet”. http://www.metmuseum.org/exhibitions/listings/2008/gustave-courbet. Diakses tanggal 2 Desember 2021.

Humas. 2019. Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. https://setkab.go.id/lukisan-persiapan-gerilya-dan-pemandangan-di-kaliurang/. Diakses tanggal 2 Desember 2021.

Leave a Comment